Tahukah anda bahwa di masa lalu,
berabad-abad yang lalu, pernah hidup seorang hamba Allah yang sangat cinta
kepada Allah dan sangat ridha dengan cobaan berat yang menimpanya? Dia tetap
beriman kepada Allah ketika seluruh harta kekayaannya habis padahal semula dia
seorang kaya yang sangat memperhatikan fakir miskin di sekitarnya. Dia tetap
beriman ketika anak-anaknya meninggal dunia hampir bersamaan padahal mereka
semua shaleh dan shalehah. Dia tetap beriman ketika semua ternaknya mati dalam
waktu singkat dan kebun buahnya mendadak kering kerontang, padahal sebelumnya
begitu banyak dan berlimpah. Dia tak berubah ketika jatuh miskin dan jauh lebih
susah daripada orang-orang yang pernah disantuninya.
Ia adalah Nabiyullah Ayyub bin Mush
bin Ra’wil bin Al Aish bin Ishaq bin Ya’qub. Salah satu Nabi terbaik untuk
dijadikan teladan atas ketabahannya dalam menghadapi ujian.
Pada mulanya, Nabi Ayyub memiliki
harta melimpah berupa ternak, budak, dan tanah yang luas di Al-Batasaniyah di
daerah Huran di Syam. Tak hanya itu, ai juga dikaruniai istri dan anak-anak
yang banyak.
Namun, kenikmatan yang berlimpah
tersebut diambil dari dirinya satu persatu. Hal ini tak lain sebagai ujian atas
keimanannya. Bukan hanya harta, budah, ternak, dan anak-anaknya. Nikmat
sehatnya juga diambil hingga tak ada secuil pun anggota tubuhnya yang sehat
kecuali lisan dan hatinya. Dengan lisan dan hatinya itulah ia senantiasa
berdzikir kepada Allah baik di waktu malam, pagi, siang, maupun petang. Nabi
Ayyub a.s tetap tabah dan tak mengeluh sedikitpun. Baginya, semua yang ada
hanya milik Allah semata.
Dalam sebuah riwayat, ada yang
menyebutkan bahwa beliau menderita penyakit menahun hingga teman, kerabat, dan
tetangga menjauhinya. Bahkan, karena merasa begitu jijik, mereka mengusir Nabi
Ayyub a.s dari daerahnya. Di kampung halamannya, dia diasingkan karena semua
orang khawatir akan tertular. Hanya istrinya saja yang masih mau mendekati Nabi
Ayyub a.s.
Dengan penuh kesabaran, sang
istri merawat dan memenuhi segala kebutuhannya. Tetapi, seiring wktu berlalu,
sang istri mulai lemah sementara harta makin menipis. Ia pun menjadi pembantu
bagi orang lain demi mendapatkan upah guna memenuhi kebutuhan ia dan suaminya.
Ketika situasi itu berjalan
semakin panjang, istrinya berkata, “Wahai Ayyub, sekiranya engkau berdo’a
kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan padamu.”
Dengan tegar, Nabi Ayyub lalu
menjawab, “Aku telah menjalani hidup sehat selama tujuh puluh tahun. Alangkah
tak bersyukurnya aku bila aku tak bersabar menghadapi ujian ini juga selama
tujuh puluh tahun.”
Sang istri tersentak mendengar
jawaban tersebut. Ia pun kembali bekerja tanpa mengeluh dan membulatkan
tekadnya untuk tetap tabah. Namun satu demi satu ornag di kampung itu menolak
mempekerjakannya karena takut tertular. Ketika tidak ada lagi satu pun orang
yang mau mempekerjakannya, maka istri Ayyub memotong salah satu kepang
rambutnya yang tebal dan menjualnya kepada anak-anak perempuan kaya untuk
dijadikan sanggul. Uang hasil menjual rambutnya itu dipakainya untuk membeli
makanan bagi suaminya.
Nabi Ayyub heran ketika istrinya
pulang ke rumah dengan membawa makanan yang begitu banyak. Dia tahu bahwa
mereka begitu miskin sehingga tak mungkin bisa membeli makanan sebanyak itu.
Dia lantas bertanya “Dari mana engkau mendapatkan makanan-makanan ini?”
Sang istri kemudian memberikan
jawaban yang menyenangkan demi meyakinkan Nabi Ayyub untuk makan makanan yang
dibawanya. “Aku bekerja ya suamiku.”keesokan harinya, lagi-lagi tak ada orang
yang mau mempekerjakannya. Akhirnya istri Ayyub pun menjual kepang rambutnya
yang kedua demi membeli makanan bagi suaminya. Pertanyaan yang sama seperti
sebelumnya pun terlontar dari Nabi Ayyub as. Sang istri lalu menjawab dengan
membuka kerudungnya.
Tatkala melihat kepala istrinya
yang telah gundul, Nabi Ayyub a.s pun memanjatkan do’a, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
ditimpakan penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua
yang penyayang.” (Q.S Al-Anbiya’ : 83).
Waktu terus berlalu, keadaan
tubuh Nabi Ayyub masih saja lemah. Hingga untuk keperluan buang air yang
tempatnya di luar rumahpun dia harus dibantu istrinya. Begitu terus setiap
hari. Hingga suatu saat, sang istri datang agak terlambat padahal Nabi Ayyub as
sedang sangat membutuhkan bantuan. Maka Allah pun menurunkan firman kepadanya
di tempat tersebut. “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi
dan untuk minum.” (Q.S Shaad: 42)
Selang beberapa saat, muncul air
yang sangat menyejukkan dari tempat yang dihantam kaki Nabi Ayyub. Beliau pun
segera melaksanakan perintah Allah dengan meminum dan mandi dengan air
tersebut. Subhanallah, ternyata melalui air itu Allah menghilangkan segala
penyakit dan kotoran yang ada di tubunya. Kemudian Allah mengaruniai Nabi Ayyub
kesehatan lahir maupun batin. Bahkan, Allah mengembalikan kekayaannya dengan
mencurahkan hujan, bukan hujan air, melainkan hujan belalang-belalang dari
emas.
Sekembalinya ke rumah, sang istri
terkejut menemukan seorang lelaki gagah dan sehat di rumahnya. Seraya memandang
takjub. Sang istri pun berseru, “Semoga Allah memberkatimu! Apakah engkau
melihat Nabiyullah Ayyub yang sedang menjalani ujian? Demi Allah Yang Maha
Kuasa, aku belum pernah melihat seseorang yang lebih mirip dari Ayyub ketika
sehat selain dirimu.”
Nabi Ayyub memahami terkejutnya
sang istri. Lalu dengan tenang ia menjawab, “Akulah Ayyub. Allah telah
memulihkan kondisi jasadku.”
Namun, tiba-tiba ia teringat akan
nadzarnya untuk mencambuk sang istri kalau kesehatannya telah pulih.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa
sebelumnya Ayyub telah bersumpah akan mencambuk istrinya seratus kali karena
sang istri pernah menjual kepang rambutnya. Ada juga yang mengatakan ia
didatangi Syaitan dalam wujud seorang tabib yang menunjukkan bentuk obat bagi
Nabi Ayyub a.s. Kemudian sang istri mendatanginya dan mengabarkan kepadanya.
Ayyub yang mengetahui bahwa tabib tersebut Syaitan pun bersumpah akan mencambuk
istrinya.
Sang istri yang setia ini ridha
dan menerima pelaksanaan nadzar yang telah dibuat suaminya itu kepada Allah.
Dia pun lantas meminta sang suami untuk menjalankannya. Bagaimanapun nadzar
adalah janji kepada Allah yang harus dilunasi.
Ketika akan melaksanakannya
nadzar tersebut, ternyata Allah menurunkan firman berupa keringanan bagi
hambanya yang shalih seperti mereka berdua, “Dan ambillah dengan tanganmu
seikat rumput, maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah.
Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik
hamba. Sesungguhnya dia amat taat kepada Tuhannya.” (Q.S Shaaf: 44)
Maka Nabi Ayyub pun mengambil
seikat rumput dan memukulnya satu kali saja. Pukulan tersebut telah mewakili
seratus kali cambukan dan ia terbebas dari sumpahnya tersebut. Keringanan ini
memang diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa kepada Allah. Terlebih lagi istrinya
senantiasa sabar dan mengharap pahala Allah. Juga tabah, jujur, dan berbakti
pada suaminya.
Cobaan yang berat akhirnya
berhasil dilalui. Allah memberi Nabi Ayyub dan istrinya kehidupan yang jauh
lebih baik dari sebelumnya. Dikembalikannya harta, ternak, dan anak-anak mereka
yang jumlahnya jauh lebih banyak dan lebih baik kondisinya.
Demikianlah Allah memberikan
contoh nyata kepada hamba-Nya sebagai pelajaran bagi orang-orang yang mau
berpikir. Pelajaran bagi orang-orang yang sedang ditimpa ujian pada jasad,
harta, atau anak-anaknya. Ia telah diuji Allah dengan ujian yang sangat besar,
namun ia tetap bersabar dan mengharap pahala dari Allah. Dan sesuai janji-Nya,
Allah pasti memberi kelapangan setelah kesulitan hamba-Nya.
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah mengunjungi blog saya