Orang
yang mengharap turunnya rahmat dari Allah SWT, sebelum bertobat bagaikan orang
yang tinggal di sebuah rumah yang tidak nyaman karena hawa panas dan lalat. Bila
ada di dalam rumah. Keringatnya mengucur, dan diganggu lalat. Jika hendak
menikah, duduk, tidur, dan tinggal di rumah tersebut dengan nyaman,
pertama-tama ia harus mengeluarkan seluruh potongan kain tak terpakai yang
berserakan dan bikas makanan yang menjadi sarang lalat. Setelah itu barulah ia
menyiramkan air ke lantai rumah yang berlantai tanah, sehingga hawa dalam
menjadi dingin.
Jadi,
hal pertama yang mesti dilakukan adalah menyapu, karena di dalam rumah terdapat
banyak sampah, seperti potongan kain, sisa makanan, sisa buah, dan sebagainya. Orang
yang menginginkan kenyamanan tidak sepatutnya membiarkan rumah penuh dengan
sampah lalu langsung memercikinya dengan air, sebab itu justru akan membuat
udara dalam rumah bertambah bau. Semestinya ia menyapu rumah berulang kali dengan
sapu yang kasar lalu selanjutnya dengan sapu yang halus. Setelah itu, barulah
ia memercikkan air ke dalam rumah. Dengan begitu, udara dalam rumah akan
menjadi segar, sebab air mengandung kelembaban dan hawa dingin. Ia harus terus
menerus memerikkan air hingga diserap oleh tanah.
Sebelum
diperciki untuk kedua kali dan seterusnya, tanah harus disapu kembali. Setelah itu,
ia sebaiknya menghamparkan tikar agar lebih nyaman dan sisa bau tidak sedap
menghilang. Ketika tanah telah menyerap air, hawa dingin muncul dan hawa panas
lenyap. Lalatpun keluar. Dalam kondisi demikian, ia akan merasakan kesegaran
dan kenyamanan ketika masuk ke dalam rumah.
Demikian
pula halnya dengan dada dan hati manusia; bila syahwat berada dalam hatinya,
jiwa panas bagaikan tungku yang menyala dengan api syahwat dan hawa nafsu. Kobarannya
menjalar ke anggota badan. Ada kobaran yang sampai ke mata. Ketika matanya
melihat perhiasan dunia, kobaran segera kembali ke jiwa dengan membawa
kenikmatan yang memabukkan akal, sebab kecintaan terhadap kenikmatan telah
mengalir dalam dirinya. Kobaran pun sampai ke dada. Akal menjadi mabuk,
bernoda, dan tersembunyi dalam otak. Ia tidak lagi bersinar. Karena itu, dada
kehilangan cahaya akal yang meneranginya, seperti bumi yang kehilangan cahaya
matahari yang meneranginya karena awan gelap menghalangi. Akhirnya, rumah
menjadi gelap laksana gulita malam.
Kobaran
syahwat juga sampai ke telinga. Ketia ia mendengar sesuatu, telinganya merasa
nikmat. Kenikmatan tersebut mengalir ke jiwa, sehingga asap kenikmatan
beterbangan menuju dada. Ada pula kobaran syahwat yang sampai ke lidah,
kerongkongan, kemaluan, tangan, dan kaki.
Dada tak ubahnya seperti tempat sampah. Di dalamnya terdapat berbagai gejolak syahwat. Perut bagaikan tungu yang terlalu panas, sehingga lama-lama ia sendiri meleleh. Demikianlah perut dengan kobaran syahwat yang dahsyat di dalamnya. Bila demikian keadaannya, bagaimana ia akan beruntung? Bagaimana ia menyembah Allah?
Dada tak ubahnya seperti tempat sampah. Di dalamnya terdapat berbagai gejolak syahwat. Perut bagaikan tungu yang terlalu panas, sehingga lama-lama ia sendiri meleleh. Demikianlah perut dengan kobaran syahwat yang dahsyat di dalamnya. Bila demikian keadaannya, bagaimana ia akan beruntung? Bagaimana ia menyembah Allah?
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah mengunjungi blog saya