مَنْ عَمِلَ صَلِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ
أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ
“Barangsiapa yang mengerjakan
amal yang saleh maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa
mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada
Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Jaatsiyah : 15)
Hidup adalah
sebuah kompetisi antara memilih menjadi manusia pengabdi atau pembangkang.
Setiap hari menghadirkan tawaran mengerjakan kebaikan atau keburukan. Memang
kita berbeda dengan malaikat yang selalu taat. Kita juga berbeda dengan iblis
yang selalu membangkang. Kita bebas memilih menjadi taat atau sebaliknya.
Setiap aya yang kita pilih selalu menghadirkan catatan-catatan. Ketika memilih
melakukan dosa dan kemaksiatan, maka ada malaikat Atid yang istiqamah
menuliskan catatan dosa tersebut.
Ketika memilih
mengerjakan kebaikan maka ada malaikat Raqib yang tidak pernah tidur
mencatatnya. Semua yang kita pilih menghadirkan konsekuensi amal dan dosa,
sekecil apapun. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
(QS. Az-Zalzalah : 7-8).
Seandainya sudah
20 tahun umur kehidupan kita di dunia ini. Maka kita telah menghabiskan jatah
hidup sebanyak 7.3000 hari lamanya. Kemudian kita kurangi saat kita belum
baligh (belum diperhitungkan di catatan dosa atau amal), misalnya dari 0 tahun
– 10 tahun. Berarti ada 10 x 365 hari – 3650 hari dimana ada catatan dosa dan
amal dari yang kita lakukan.
Kalau kita melakukan
dosa hanya satu setiap harinya, maka kita telah memiliki dosa sebanyak 3650
kali. Padalah setiap hari kehidupan kita tidak pernah terlepas dari godaan dan
rayuan maut syaitan durjana. Dia goda kita dengan memandang yang haram, mengingkari janji, menggibahi
saudara, mengucapkan kata-kata yang menyakiti, membantah perintah orang tua,
riya dengan amal yang dilakukan dan tawaran lain yang menjauhkan kita dari
Allah. Lalu seandainya kita setiap harinya melakukan 5 perbuatan dosa, maka
kita telah memiliki catatan raport dosa sebanyak 31.750 kali.
Sekarang mari
kita bandingkan dengan amal kebaikan kita. Misalnya shalat wajib yang kita
lakukan sebanyak 5 kali dalam satu hari. Artinya amal kebaikan kita dari shalat
wajib saja setiap harinya telah cukup mengimbangi dosa yang kita lakukan,
sebanyak 10 tahun x 365 hari x 5 = 31.750 kali. Pertanyaannya dari shalat yang
kita lakukan tersebut apakah kita bias menjamin semuanya diterima Allah SWT?
Coba ingat bagaimana kualitas shalat yang kita lakukan? Apakah dalam shalat
yang kita lakukan kita telah benar-benar mengingat Allah.
Betapa banyak
kita tidak khusyuk dalam shalat. Betapa banyak saat shalat kita memikirkan yang
lain. Memikirkan pekerjaan yang belum selesai, memikirkan bagaimana cara
menyelesaikan tugas yang sulit, memikirkan dimana dan bagaimana menemukan
barang yang hilang. Betapa banyak shalat kita dilandasi keinginan dipuji dan
disanjung manusia. Kalau sudah seperti ini apakah shalat kita bakal diterima?
Kita tahu bahwa Allah hanya menerima ibadah hambaNya yang ikhlas.
Kalau shalat
yang merupakan tiang agama dan amal pertama yang dihisab di akhirat nanti saja
kualitasnya diragukan, rasa-rasanya kita tidak perlu capek-capek
mengkalkulasikan kebaikan yang lain. Sementara dosa yang kita lakukan setiap
harinya pasti selalu diperhitungkan. Bagaimana kalau bertobat setelah melakukan
dosa? Memang benar taubat menghapus catatan dosa kita. Tapi coba kita Tanya
kepada diri kita sendiri. “Apakah kita benar-benar tulus bertobat kepada Allah
atas dosa yang kita lakukan? Betapa banyak kita yang bertobat, yang kumat
melakukan dosa itu lagi. Betapa banyak taubat kita hanya sebatas bibir saja,
tidak diikuti dengan tobat di hati dan perilaku kita. Kalau sudah tobat seperti
ini, apakah catatan dosa itu terhapus? Sekali lagi dapatkah kita menjamin
taubat kita diterima? belum lagi ditambah perilaku kita yang sering menganggap
remeh dosa kecil.
“Suatu hari
Rasulullah melakukan perjalanan bersama sahabat-sahabatnya di sebuah daerah
yang dipenuhi dengan hamparan pasir, tak ada satu pun pepohonan yang tumbuh di
tempat mereka berhenti. Sesaat setelah mereka istirahat melepas lelah,
Rasulullah memerintahkan sahabat untuk mengumpulkan ranting. Mendengar perintah
tersebut, sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak ada ranting di gurun ini?
Rasulullah menjawab, cari dan kumpulkan! Kemudian setelah 3 kali ditanya dan
mendapatkan jawaban yang sama para sahabat akhirnya melakukan perintah
tersebut. Ternyata hasilnya sungguh di luar dugaan, terkumpul begitu banyak
ranting dari daerah gurun pasir yang tak ada satu pun pohon tumbuh di sana.
Setelah ranting tersebut terkumpul, Rasulullah mengumpulkan sahabat untuk
mengelilingi ranting tersebut dan memberikan pesan agungnya, “Wahai sahabatku,
begitulah dengan dosa kecil yang kita lakukan, tidak tampak secara kasat mata,
tetapi ketika dikumpulkan akan menjadi banyak”, jangan pernah remehkan
aktivitas dosa yang dilakukan sekecil apapun. Lama-kelamaan dosa itu akan
menjadi banyak. Menghasilkan bintik-bintik hitam di qalbu kita. Semakin banyak
bintik tersebut bercokol di qalbu, semakin hitamlah hati kita. Semakin sulitlah
kita menerima cahaya kebenaran. Semakin malaslah kita melakukan amal kebaikan.
Kalau sudah seperti ini, layakkah kita menikmati surga-Nya?
Kita hidup
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah SWT, “dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-KU (QS. Adzariyat :
56).
Kalau
kehadiaran kita di dunia ini untuk beribadah maka kenapa kita malah ingin
menjadi ahli maksiat?. Mari kita cerdas meminimalisir dosa kita dan kita
meningkatkan kuantitas dan kualitas pengabdian kita kepada Allah SWT. Selagi
masih ada kesempatan.
Wallahu a’lam
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah mengunjungi blog saya