Pada suatu hari, seekor anak kerang di dasar laut mengadu
dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah
dan lembek. “Anakku, kata sang ibu sambil bercucuran air mata, Tuhan tidak
memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga buda tidak bias
menolongmu.” Si ibu terdiam sejenak, “Aku tahu bahwa itu sakit anakku, tetapi
terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan
semangatmua melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu
dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa engkau perbuat,” kata ibunya dengan
sendu dan lembut.
Anak kerangpun melakukan nasihat ibunda. Ada hasilnya,
tetapi rasa sakit terkadang masih terasa. Sesekali di tengah kesakitannya, sang
anak meragukan nasihat ibunda. Dengan air mata, dia bertahun-tahun lamanya. Tanpa
disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin
halus. Rasa sakitpun makin berkurang. Semakin lama, mutiaranya semakin besar. Rasa
sakit pun menjadi terasa lebih wajar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar,
mengkilap dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah
menjadi mutiara. Air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya saat ini lebih
berharga daripada sejuta kerang lain yang Cuma disantap orang sebagai kerang
rebus di pinggir jalan.
Dari cerita di atas adalah sebuah paradigm yang menjelaskan
bahwa penderitaan adalah lorong transcendental untuk menjadikan kerang biasa
menjadi luar biasa. Oleh karena itu bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat
mengubah orang biasa menjadi luar biasa.
Namun, banyak orang yang mundur saat berada di lorong
transedental tersebut. Mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami. Sebenarnya,
ada dua pilihan yang bisa mereka masuki, yakni menjadi kerang biasa yang
disantap orang atau kerang yang menghasilkan mutiara. Sayangnya, lebih banyak
orang mengambil pilihan pertama. Jadi, tidak mengherankan bila jumlah orang
yang sukses lebih sedikit dari orang yang biasa-biasa saja.
Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan,
kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kita. Cobalah
untuk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut sambil katakana di
dalam hati, “Air mataku diperhitungkan Tuhan. Penderitaanku ini akan mengubah
diriku menjadi mutiara.”
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah mengunjungi blog saya