Allah Swt. berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah melapangkan
untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang
memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya
kesulitan itu disertai kemudahan, Sesungguhnya kesulitan itu disertai
kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmu lah
hendaknya kamu berharap”. (QS. Al-Insyirah:1-8).
Sebagai hamba Allah yang secara
fitrah memiliki kelebihan dan kekurangan, manusia membutuhkan sejumlah hal
baru, kegembiraan dan rangsangan tertentu dalam hidup. Seseorang dapat
mengalami berbagai ketidakpastian, kecemasan dan tekanan yang memotivasinya
untuk melakukan sesuatu, menjadi berhasil dalam mencapai sejumlah keinginan dan
cita-cita.
Kemampuan seseorang untuk memusatkan
perhatian dan memotivasi diri dapat membantu meningkatkan pencapaian tertentu
dan pengembangan diri. Gejala ini disebut eustress yang berarti stres baik yang
berdampak positif (awalan eus dalam bahasa Yunani berarti baik) di mana kita
mampu mengatasi tuntutan, tantangan dan kondisi tekanan yang kita hadapi
sebagaimana dimaksud ayat di atas bahwa kesulitan itu disertai kemudahan.
Namun bila tuntutan-tuntutan
tersebut sampai kepada titik di mana seseorang merasakan kegagalan atau
kehilangan kemampuan untuk mengatasinya, maka situasi tersebut kemudian dikenal
sebagai dystress yang berarti stres buruk yang berdampak negatif (awalan dy
berarti buruk). Dalam kondisi demikian seseorang cenderung merasa kewalahan dan
kehidupan terasa di luar kendali karena kecemasan berlebihan, rasa takut,
kepanikan, kebingungan dan kecenderungan putus asa menghantui dirinya yang
justru berakibat kebuntuan, ketumpulan, kemandulan dan kontra produktif.
Bukankah Allah mengarahkan hambanya dalam hal ini dengan firman-Nya dalam surah
Yusuf ayat 87 dan Al-Isra’ayat 83“dan
hanya kepada Rabbmu lah hendaknya kamu berharap” Dialah Yang Maha Kuasa atas
segalanya, selalu mengajarkan optimisme kepada manusia untuk tegar, bangkit
bergairah penuh harapan akan pertolongan-Nya dan melarang stres yang
mengantarkan kepada keputusasaan.
Stres menurut Vincent Cornelli,
seorang psikolog ternama merupakan suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan dan dipengaruhi oleh
lingkungan maupun penampilan individu dalam lingkungan tersebut. Dan secara
spesifik stres merupakan gejala psikologis yang menurut Richard Lazarus,
psikolog yang banyak melakukan penelitian tentang stres sebagai sebuah hubungan
khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuan
dan membahayakan kebahagiaan dan kepuasannya. Atau singkatnya merupakan gejala
yang timbul akibat kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antara
keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan
potensi.
Hakikatnya stres merupakan gejala
harian yang wajar dan setiap orang pasti mengalaminya dan bukan sesuatu yang
harus disembunyikan, tetapi ia tak ubahnya seperti tantangan lainnya yang harus
dihadapi dalam hidup. Oleh karena itu stres bukan untuk ditakuti melainkan
justru kita harus berani mengatasinya dengan pengelolaan dan pengendalian stres
dengan sikap dan mental positif yaitu dihadapi dengan kepala tegak (saya tidak
takut menghadapinya), percaya diri (saya bisa mengatasinya); optimisme solusi
(apa yang harus saya lakukan terhadapnya); pengendalian (saya akan
mengendalikannya), penerimaan (stres memang bagian hidup yang alamiah),
perencanaan (bagaimana saya akan mengatasinya), dan dengan bantuan pihak lain
jika memang diperlukan.
Menurut sebuah penelitian dari data
faktual menunjukkan hampir mayoritas orang tidak tahu bagaimana menangani stres
padahal bila dikelola dengan baik dapat menjadi motivator dan energi hidup,
namun stres yang berlebihan juga berpotensi melemahkan yang mana pada tahap
tertentu dapat menurunkan efektivitas kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap
penyakit ringan seperti flu dan infeksi di samping dapat menjadi penyebab
tekanan darah tinggi, sakit kepala, diare, gangguan pada pencernaan dan
pembuangan serta kelainan dan penyakit lainnya yang sering disebut sebagai
gejala Phsycomatis. Kita sendiri sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
bagaimana stres mempengaruhi diri sebagaimana dimaklumi bahwa jika aspek-aspek
kehidupan tidak ditangani dengan manajemen yang baik, maka akan mudah mengalami
gejala-gejala stres.
Dalam manajemen stres gejala-gejala
stres sangat penting pada tahap pertama untuk dapat disadari dan dilakukan
identifikasi sedini mungkin sebelum terlambat yaitu dapat kita lakukan dalam
daftar periksa dengan memakai peringkat mulai dari tidak pernah sama sekali;
kadang-kadang; cukup sering; sangat sering; terus menerus secara konstan.
Pemeriksaan tersebut menurut para psikolog biasanya mencakup aspek:
1.
Perilaku/tindakan (menurunnya
kegairahan/bete, pemakaian obat penenang, atau minuman penambah vitalitas yang
berlebihan, meningkatnya konsumsi kopi, kekerasan atau tindakan agresif pada
keluarga atau lainnya, gangguan pada kebiasaan makan, gangguan tidur
(insomnia), problem seksual, kecenderungan menyendiri, membolos, tidak waspada)
2.
Proses Sikap/Pikiran (pemikiran
irasional dan kesimpulan bodoh, lamban dalam pengambilan keputusan ataupun
kesimpulan, kecenderungan lupa dan penurunan daya ingat (amnesia), kesulitan
berkonsentrasi, kehilangan perspektif, berfikir vatalis, negatif, apatis, cuek
dan serba skeptis, menyalahkan diri, pikiran selalu was-was dan perasaan kacau,
bingung, dan putus asa.)
3.
Emosi/perasaan (cepat marah dan
murung, cemas/takut/panik, emosional dan sentimentil berlebihan, tertawa
gelisah, merasa tak berdaya, selalu mengkritik diri sendiri dan orang lain
secara berlebihan, pasif, depresi/sedih berkepanjangan atau sangat mendalam dan
merasa diabaikan)
4.
Fisik/fisiologis (sakit kepala dan
sakit lainnya pada kepala, leher, dada, punggung dan lain-lain, jantung
berdebar, diare/konstipasi/gangguan buang air besar, gatal-gatal, nyeri pada
rahang dan gigi gemertak, kerongkongan kering, pusing kepala, sering buang air
kecil dan perubahan pola makan, badan berkeringat tidak wajar)
Setelah itu sangat penting itu
ditelusuri dan dideteksi faktor-faktor penyebab stres untuk dapat mengendalikan
stres dan mempertahankannya hanya pada tingkat yang dapat merangsang dan
memotivasi, bukan merugikan. Faktor-faktor penyebab stres dapat kita temukan
pada sumber-sumber stres yang meliputi pekerjaan, anak-anak, keluarga,
kesehatan, keuangan, kesenangan dan kemasyarakatan. Lebih kongkretnya,
bidang-bidang kehidupan yang menjadi sumber utama penyebab stres potensial
dapat kita deteksi sebagai berikut:
1.
Kerja/belajar/tugas-tugas rumah
tangga (cenderung tidak punya waktu, terlalu banyak ataupun sedikit yang harus
dilakukan, terlalu banyak tugas dan terlalu sedikit pengendalian, tidak
mendapatkan ucapan terima kasih atau dihargai, tidak menyukai atasan, bawahan
ataupun rekan kerja, tidak punya cukup keterampilan untuk menyelesaikan
pekerjaan, kurang tantangan atau kebanyakan, tidak ada tujuan dari apa yang
dilakukan, menyangsikan apakah sesuatu yang dijalani merupakan keinginan,
terpaku pada pola perfeksionis yang berlebihan dan kaku).
2.
Keluarga (Merasa tidak punya
keluarga dekat, merasa terbuang atau tersisihkan dari keluarga, merasa keluarga
menyita banyak waktu, terlalu banyak tanggungan keluarga, jarang memiliki
suasana kebersamaan keluarga, anggota keluarga sakit, lokasi tinggal tidak
ideal, kekerasan mewarnai keluarga, keuangan keluarga memprihatinkan,
kekhawatiran terhadap keluarga)
3.
Masyarakat/teman/komunitas (tidak
cukup banyak teman, kurang bergaul dan sosialisasi, tidak memiliki teman dekat
yang dapat dipercaya dan tempat curhat)
4.
Karakter personal/kepribadian (tipe
selalu gelisah, tertekan, khawatir dan merasa tidak aman/terancam, tidak
melatih dan mengelola diri secara teratur, merasa tidak memiliki fisik dan
kondisi kejiwaan yang baik, sulit tertawa dan kurang rasa humor, tidak menyukai
diri sendiri, kurang keseimbangan diri, cenderung agak sinis, pesimis, dan
menginginkan yang terburuk, sulit termotivasi dan sebagainya)
Mengkaji sumber potensial stres dan
berbagai gejalanya dapat menyadarkan kita pentingnya pengendalian stres yang
pada gilirannya akan memunculkan pertanyaan apakah stres memang dapat
dikendalikan? Persoalan yang sesungguhnya adalah apakah kita mau atau tidak
menjadi pengendali stres yang efektif dengan memiliki peran kepemilikan dan
pengendalian terhadap stres dan membuang jauh-jauh mental kalah dan cenderung
pasif memilih peran korban stres. Padahal banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
penyembuhan diri, pengembangan diri dan pertolongan diri serta make up diri
dari dalam yang lebih menjanjikan kebahagiaan dan mengantarkan kita kepada
kesehatan rohani serta menjadi insan berkarakter shalih dengan terapi mental
secara ketat, pelatihan diri secara keras dan penumbuhan motivasi mandiri.
Nabi SAW sebagai figur teladan dan
sosok manusia berjiwa besar saja dalam rangka pengendalian stres sampai
berjuang keras melalui doa sekaligus evaluasi harian setiap pagi dan sore yang
berlindung kepada Allah dan selalu mawas dari delapan pangkal penyakit mental
yang sumber stres yakni; obsesi/pikiran yang mengganggu (hamm) dan kesedihan
(huzn), ketidakberdayaan (‘ajz) dan kemalasan/ kurang motivasi (kasal),
kekikiran (bukhl) dan ketakutan (jubn), problem keuangan (ghalabat dain) dan
tekanan orang lain (qohrir rijal).
Manajemen stres dengan metode
pengembangan karakter efektif dapat dilakukan melalui pengendalian stres secara
efektif dari ajaran Nabi tersebut yang dapat dipetik di antaranya berupa
pembebasan diri dari pikiran yang mengganggu (hamm) dengan merubah pola
berfikir irasional dengan berfikir rasional dan mengefisienkan sikap mental
yang boros atau menguras emosi dan energi. Agar dapat efisien, kita harus
berusaha melatih agar sikap dan mental kita bersifat Fleksibel yaitu tidak
hanya menggunakan satu sudut pandang saja dalam melihat berbagai kejadian dan
peristiwa, Adaptif (terbuka secara selektif), Rasional (gabungan argumentatif
antara realisme dan idealisme), Positif (itikad, niat dan tekad kuat dan baik
disertai keyakinan) dan berorientasi Solusi (tidak suka meratap dan mengeluh
tetapi mencari jalan keluar yang terbaik). Sikap mental yang efisien ini
dikenalkan ahli psikologi dalam manajemen kepribadian dengan sikap FARPS.
Beberapa cara berfikir yang
menyimpang harus diluruskan untuk mengendalikan stres di antaranya;
1.
Filter (melihat dunia dengan
kacamata kuda yang gelap dan satu sudut yang cenderung membesar-besarkan hal
yang negatif dari sebuah situasi dan mengabaikan sisi positif ataupun hikmahnya),
2.
Generalasi yang tidak proporsional
dengan cepat menyimpulkan pukul rata secara umum tanpa merinci,
3.
Fatalis yang melihat peristiwa
dengan nuansa kiamat dan malapetaka,
4.
Emosional, merasa selalu benar,
menyalahkan pihak lain dan diri sendiri tanpa bertanggung jawab, selalu
mengukur dengan kacamata seharusnya dan semestinya seperti “kamu harus memahami
saya, mengerti posisi saya”, “semestinya ia bersikap baik terhadap saya”,
5.
Sindrom Martir (pengorbanan) dengan
harapan segala pengorbanan mendapatkan balasan, namun ketika tidak mendapatkan
akan merasa kecewa dan menderita. Oleh karena itu Allah melarang kita untuk
mengharapkan sesuatu timbal balik yang bersifat duniawi dari jasa, pengorbanan
dan kebaikan kita dalam bentuk apapun agar tidak stres (QS.Al-Mudatsir:6)
Ada sepuluh keyakinan rasional yang
dapat kita rumuskan dengan mengacu kepada nilai-nilai Islam untuk mengatasi 10
keyakinan irasional yang ditemukan oleh Dr. Albert Ellis, psikolog kondang
Amerika yang terkenal dengan terapi emotif rasionalnya yaitu;
1.
Saya harus dicintai dan disukai oleh
orang-orang yang penting dalam hidup saya. Jika tidak demikian, saya mungkin
akan merasa kecewa, tetapi saya dapat mengatasinya. Saya akan melakukan yang
terbaik untuk mengembangkan dan mempertahankan tali cinta kasih, persahabatan
serta hubungan baik.
2.
Orang-orang yang ingin serba
sempurna (perfeksionis) biasanya mempunyai kadar stres yang sangat tinggi, dan
ini sama sekali tidak perlu. Sebab kita hanya perlu berusaha berbuat yang
sebaik-baiknya semampu kita dan Allah akan menilai usaha kita secara
sungguh-sungguh dan ikhlas.
3.
Menghukum dan menyalahkan diri
sendiri tidak akan cukup menyelesaikan masalah, melainkan harus memulai
bertindak yang lebih konstruktif dan perbaikan yang berarti.
4.
Berbuat yang terbaik bagi hidup
dengan kesiapan mental untuk menerima kegagalan yang merupakan sunnatullah dan
merupakan konsekuensi iman kepada takdir dengan penuh tawakal
5.
Problem dapat muncul dari peristiwa
di luar kontrol dan tak terelakkan, tetapi reaksi dan interpretasi terhadap
peristiwa tersebut yang harus dikendalikan secara benar, positif dan
konstruktif.
6.
Kekhawatiran memang diperlukan namun
tidak boleh membawa kepada kondisi yang merenggut banyak pikiran dan emosi
sehingga menekan jiwa
7.
Tekanan dalam hidup tidak dapat
dihindarkan melainkan yang harus dicari adalah jalan keluar (solusi) dari
situasi sulit dan menekan.
8.
Percaya diri dan bergantung pada
diri sendiri memang harus dibangun tetapi harus dibarengi dengan keyakinan pada
kekuatan ilahi dan kesiapan mental untuk membutuhkan bantuan orang lain.
9.
Ada beberapa problem yang sejak lama
memang telah ada namun sikap yang harus dibangun adalah tidak boleh pasrah
menyerah, melainkan tetap berfikir ke depan untuk memperbaiki dan mengatasinya.
10.
Sikap emosional, sentimentil,
afektif dan empatif terhadap orang lain tidak boleh menenggelamkan kita dalam
kesedihan berlebihan yang menambah mudarat melainkan harus dibalikkan menjadi
sebuah motivasi untuk memberikan manfaat dan bantuan kepada orang yang kita
beri simpati.
Beberapa panduan ruhiyah dapat
menjadi obat dan terapi yang cukup efektif untuk pengendalian stres di
antaranya; perbanyakan shalat sunnah dengan khusyu’, menghayati dan mengambil
wisdom asmaul husna (nama-nama mulia Allah), merawat kondisi bersuci, tadabbur
al-Qur’an, kisah-kisah teladan dan success stories yang pernah terjadi setelah
mengalami kegagalan, relaksasi jiwa dan kontemplasi dengan dzikir bebas dan
tafakkur yang dapat dilakukan pula dengan pengolahan pernafasan, rekreasi, olahraga,
manajemen istirahat yang baik, canda dan humor yang sehat, membaca buku dan
ngobrol yang bermanfaat. Semuanya ini pernah dilakukan bahkan dianjurkan oleh
Rasulullah saw.
Wallahu a'lam
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih Anda telah mengunjungi blog saya